Tuesday, August 23, 2011

MV Chapter 2

SS501 (TS) - I'm Your Man



SS501 - Love Like This (네게로)


SS501 - Deja Vu


SS501 Fighter

Curcol: Tiga hari di Ponpes


Aku tak pernah menyangka atau hanya sekedar membayangkan diriku berada di pondok pesantren. Dulu orangtuaku pernah menawariku untuk mondok, tapi aku menolaknya. Alasannya, karena aku nggak suka kalau aku harus hidup dengan kondisi yang serba terburu-buru. Mandi harus cepat, makan juga begitu. Ya ampun……

Akhirnya, tiba waktuku untuk mondok, tepatnya pada tanggal 6-8 Agustus 2011. Ini bukan keinginanku, juga bukan perintah orangtuaku, melainkan perintah dari sekolah. Tak usah ditanya bagaimana perasaanku saat mau pergi ke ponpes, pastinya aku “Tidak Suka”. Aku terpaksa mengikuti kegiatan pondok Ramadhan di ponpes. Meskipun banyak teman-temanku yang ikut, tapi aku merasa seperti ada di suatu tempat dimana kita hanya seorang diri. Cetak tebal SEORANG DIRI.

Tak ada fasilitas yang memadai. Hidup dengan kesederhanaan. Eits, tunggu dulu, jangan berpikir aku anak mama yang nggak mau hidup susah. Maksudku begini, ada perbandingan antara ponpes cowok dan cewek. Anak cowok dan cewek berada di ponpes yang terpisah. Yang cewek di pusat kota dan yang cowok di pinggiran kota. Maaf ya para cowok :)

Di Ponpes Cewek

Minuman hanya satu macam, yaitu air putih. Makanannya kalau nggak ada sambalnya ya banyak mericanya. Tempat untuk tidur: Kamar 1 isi 10 orang, Kamar 2 isi 46 orang, Kamar 3 isi lebih dari 50 orang. Kamar mandi : Kamar 1 jumlah KM 2 dan banyak airnya, Kamar 2 jumlah KM 3 dan banyak airnya, Kamar 3 jumlah KM 5 tapi hanya 2 KM yang banyak airnya. Materi/pelajaran disampaikan melalui microphone oleh kakak-kakak pondoknya, kita duduk di lantai tak beralaskan karpet atau sebangsanya. Padahal anginnya kencang banget. Banyak anak yang perutnya sakit+masuk angin. Gimana gak masuk angin+sakit perut coba? Duduk di lantai saat angin berhembus kencang dan makan makanan yang penuh sambal dan merica :(.
 
Kalau mau makan enak mesti beli sendiri atau telepon orangtua minta antarkan makanan. Kalau beli, belinya di koperasi ponpes. Harga makanan&minumannya:
  • Pop mie @antara 3000-4000 an
  • Teh Kotak @3500
  • Aqua botol @2000
  • Yang lain, tanya aja sendiri!
kkkkkkkk :D LOL




Di Ponpes Cowok

Minuman lebih dari satu macam, yaitu kopi, teh, dan kawan-kawan. Makanannya kurang tahu. Yang jelas anak-anak cowok pernah bilang, makanannya ayam lalapan saat sahur. Tempat untuk tidur : Jumlah kamar 16, setiap kamar berisi 7 orang dan ada yang 5 orang. Kamar mandi : katanya masih mending di ponpes cewek. Materi/pelajaran prosesnya kagak tahu. Pokonya mereka nonton film tentang Nabi Muhammad SAW. Ya ampun, serasa nonton bioskop gratis. Jadi iri deh :(.

Bagaimana? Enak ponpes cowok atau cewek? Yang pasti jawabanku, semuanya nggak ada yang enak. Kkkkkkk
Pulang dari ponpes langsung hibernasi semua, baik yang cowok ataupun yang cewek. Dasar tukang molor semua! Termasuk aku :).

Sekian curcol dariku. Maaf, ya bagi para pondokers (arek-arek pondok). Terima kasih :)

Friday, August 5, 2011

[ONESHOOT] Dream or Real?

 

Title: Dream or Real?
Author: Icha Kyucha
Genre: Fantasy, Horror.
Rating: Universal
Lenght: Oneshoot
Cast: No name beserta makhluk lain dkk.
Desclaimer: This story is mine. So, don't copy-paste!

Annyeong readers.......
Author muncul dengan sebuah cerita pendek. Ini cerpen pertamaku yang sudah rampung. Yang belum rampung masih ngantre di laptop. Sedikit curcol nih......
Author bikin cerita ini waktu ada tugas sekolah. Author ngetiknya saat deadline kurang sehari, tepatnya pada hari Selasa 24 Mei 2011 pukul 19.00 sampai dengan 23.28 WIB. Jadi, bikinnya ngebut dengan kecepatan 150km/jam. Mian, kalau ceritanya agak berantakan, susah dimengerti, geje, gak kreatif atau apalah. Yang penting ini hasil karyaku sendiri. Bukan njiplak atau ngeblat. Oh, iya kalau habis baca jangan lupa KOMEN n LIKE ya? Karena masukan kalian sangat diharapkan. Tpi, komennya jgn bashing. Yang wajar saja. 
PLEASE, DON'T BE PLAGIATOR!!!!
Mian, lagi deh! Author banyak cingcong alay.com! Langsung aja baca. Capcus!
Lampu lima watt menerangi sebuah ruangan yang cukup luas. Ruangan yang sangat asing bagiku.
            Aku terduduk di tengah  ruangan ini. Kuedarkan pandanganku ke segala penjuru ruangan. Ruangan ini memiliki dua jendela dan satu pintu. Banyak retakan-retakan yang menghiasi dinding ruangan. Cat temboknya juga sudah mulai memudar.
Didalamnya terdapat berbagai macam barang-barang yang tak layak pakai, kecuali sebuah kursi yang masih bagus yang sedang kududuki saat ini.
            Ini ruangan apa?  Kenapa aku bisa ada di ruangan seperti ini? Sejak kapan aku ada di sini? Siapa yang membawaku ke tempat ini? Bagaimana caranya agar aku bisa keluar dari tempat ini?
            Aku bangkit dari posisi dudukku. Kulangkahkan kakiku menuju pintu. Dengan perasaan was-was, kupegang gagang pintu dan kutarik ke bawah.
            Krieeetttt……..
            Pintu berderit saat aku membukanya secara perlahan. Setelah pintu terbuka, aku berjalan keluar dari ruangan yang sangat pengap itu. Di luar ruangan, kutarik napas dalam-dalam. Kuhirup udara segar yang sekarang telah mengisi paru-paruku.
            Aku terdiam. Bingung. Apa yang harus kulakukan? Kemana aku harus pergi? Ke kiri atau ke kanan?
            Cukup lama aku berdiri mematung dengan keadaan bingung seperti ini. Akhirnya, aku memutuskan untuk menentukan arah dengan cara menghitung kancing cardiganku.
            “Kanan, kiri, kanan……..” Gumamku sambil menghitung kancing.”…..kiri, kanan, kiri.” Aku berhenti menghitung. Menurut perhitungan menggunakan kancing, jalan keluar ada di sebelah kiri.
            Tanpa banyak bengong, aku bebelok ke kiri dan berjalan dengan santainya. Kunyanyikan sebuah lagu sambil bersiul. Aneh? Kenapa aku merasa senang di saat seperti ini? Seharusnya, aku merasa takut berada dalam tempat yang tidak jelas ini.
            “Na na na na na na na……”
            Langkahku terhenti. Terdengar sayup-sayup suara perempuan bermain piano sambil mendendangkan sebuah lagu yang tidak jelas liriknya. Darimana asal suara itu?
            Kupertajam pendengaranku. Suara itu berasal dari arah depan. Kulanjutkan berjalan sampai aku berhenti di sebuah tikungan. Suara itu semakin jelas terdengar dari arah kanan. Aku berbelok ke kanan dan menyusuri sebuah koridor.
            Tiba-tiba, bulu kudukku berdiri. Udara yang ada di sini mulai bertambah dingin. Kepegang tengkukku yang terasa dingin, seperti ada yang meniupnya dari belakang. Kupercepat langkah kakiku agar aku dapat mengetahui siapa yang memainkan piano.
            Tak lama kemudian, sebuah ruangan sudah ada di depanku. Ruangan dengan banyak jendela kaca berbeda dengan jendela yang ada di ruangan yang mirip gudang tadi.
Sarangeul ajik nan mollaseo
Deoneun gakkai motgayo
Geunde wae jakkuman motnan nae simjangeun
Dugeungeorinayo
            Suara itu terdengar jelas. Sudah pasti suara itu berasal dari ruangan yang ada dihadapanku.
Nan dangsini jakkuman barphyeoseo
Geunyang gal sudo eomneyo
Irueojil su do eomneun i sarange
Nae mami neomu apayo
            Kuintip dari balik jendela, terlihat seorang gadis berambut lurus sebahu berwarna kecokelatan dan memakai dress berwarna ungu tua dengan lincahnya menggerakkan jemarinya sambil menekan tuts-tuts piano. Ada kesedihan yang terdengar dari suara merdunya, walaupun aku tak tahu arti dari lagu itu. Karena lagu itu menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasaku.
haruga gago bami omyeon
nan ontong dangsin saenggakppunijyo
hansimseureopgo babo gateun nal
eotteoke haeya joheulkkayo
            Lagu ini membawaku ke suatu tempat yang sangat indah pada sore hari.
maeumi sarangeul ttareuni
naega mwol hal su innayo
irueojil sudo eomneun i sarange
nae mami neomu apayo
            Terlihat burung-burung yang terbang hendak pulang ke sarangnya. Daun-daun di ranting pohon berguguran satu demi satu.
haruga gago bami omyeon
nan ontong dangsin saenggakppunijyo
hansimseureopgo babo gateun nal
eotteoke haeya joheulkkayo
            Bunga-bunga yang bermekaran mulai layu. Air-air sungai terlihat mulai mengering.
nae apeumi mudyeojyeo beoril nari
eonjejjeum naege ogin halkkayo
hansimseureopgo babo gateun nal
eotteokhae haran maringayo
            Seekor kupu-kupu cantik berwarna kuning, terbang mendekatiku. Mendarat di atas kepalaku, kemudian pergi menjauh dan menghilang dari pandanganku.
dalbichi neomuna johaseo
geunyang gal suga eomneyo
dangsin gyeote jamsi nuwo isseulgeyo
jamsiman aju jamsiman
            Langit mulai berwarna jingga kemerah-merahan, menandakan matahari akan terbenam. Tiba-tiba, awan hitam berdatangan. Angin berhembus kencang. Dari kejauhan terlihat pusaran angin yang sangat besar yang berjalan mendekatiku, kemudian aku kembali ke alam sadarku. Kerena sibuk dengan lamunanku, tanpa kusadari lagu yang dinyanyikan gadis tersebut telah selesai. Tak terdengar lagi suara merdu yang diiringi alunan piano.
            Kuintip dari balik jendela lagi, tetapi hasilnya nihil aku tak dapat menemukan gadis itu. Kemana perginya dia? Kenapa dia menghilang begitu saja?
            Sebuah tangan menepuk pundakku dari belakang. Aku terlonjak kerena terkejut. Kubalikkan badanku. Dia. Gadis itu kini berada di depanku. Wajahnya pucat. Ada kesedihan yang terlukis di wajahnya.
            “Ka..kamu… si…si..apa?” Tanyaku sambil terbata-bata.
            “Aku..” Dia tersenyum. “Eun Bin” Dia mengulurkan tangannya.
            Aku membalas uluran tangannya. “Aku Icha.”
            Kulihat dia semakin tersenyum. Aku merasa ada sesuatu yang aneh. Saat aku berjabat tangan dengannya, tangannya sangat dingin. Bisa dikatakan sedingin es. Pandanganku kini beralih ke matanya. Bola mata yang dimiliki gadis ini berwarna biru. Apa dia blasteran? Tapi sangat aneh kalau dia mempunyai nama Korea. Ah, mungkin ayah atau ibunya adalah orang barat.
            “Kenapa kamu tersenyum? Bukannya kamu tadi bersedih?”
            “Kamu tidak takut denganku?”
            “Takut? Kenapa harus takut?” Aku balik bertanya.
            “Karena…….” Dia terdiam. Kutatap dia. Perlahan-lahan bola matanya berubah menjadi warna jingga kemerah-merahan. Rambut pendeknya berubah menjadi panjang. Dari sebahu tiba-tiba menjadi selutut. Kulitnya yang putih dan mulus mengelupas menjadi warna cokelat kemerah-merahan dan dipenuhi dengan luka.
            “Kamu….” Aku mundur beberapa langkah untuk menjauhinya. Tanpa basa-basi, aku langsung berlari. Dengan sigap dia mencengkeram tanganku. Kutarik tanganku dengan paksa. Aku terjatuh. Tanganku masih dicengkeram oleh tangannya. Tetapi, tangan yang mencengkeramku terlepas dari tubuh pemiliknya. Aku berusaha melepaskan tangan itu. Setelah berhasil, aku langsung membantingnya ke lantai.
            Dengan cepat aku berdiri dan berlari. Aku berlari sekencang-kencangnya. Aku tak memperhatikan jalan yang telah kulalui. Aku menghentikan langkahku saat tiba di sebuah halaman yang cukup luas. Kuhela napas panjang.
            “Aku dimana ini? Kenapa aku bisa berada di tempat seperti ini?” Aku berteriak sekeras mungkin. Kudongakkan kepalaku ke langit biru.
            Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku mengalami hal-hal aneh hari ini. Mulai dari terbangun di sebuah gudang, mendengar lagu yang membawa diriku ke alam bawah sadar, sampai dengan bertemu makhluk aneh. Kurasa hal ini sangat ganjil. Kok bisa ada hantu di sore hari seperti ini? Sore?
            Langit yang semula berwarna biru, tiba-tiba menjadi gelap. Aku melirik jam tangan yang kukenakan. Jam menunjukkan pukul tiga sore. Kenapa langit yang tadinya cerah berubah menjadi gelap.
            “Aku harus keluar dari temapt ini! Harus!” Kukepalkan kedua tanganku sambil mengacungkannya.
            Kuedarkan mataku ke semua arah. Gelap. Kuambil senter kecil yang ada di saku jaketku. Aku bertanya pada diriku sendiri. Sejak kapan aku menyimpan senter di jaketku? Ah, aneh! Kunyalakan senter itu. Kugerakkan senter itu ke segala arah. Dua puluh langkah di samping kananku, terdapat lorong yang gelap.
            Kalau lewat jalan yang tadi, nanti aku bertemu makhluk aneh. Jadi, mau tak mau aku harus pergi ke lorong itu untuk menemukan jalan keluar. Belum sampai lima langkah berjalan, hujan langsung turun dengan derasnya. Aku berlari ke lorong itu untuk menghindari air hujan.
            Di dalam lorong aku masih terus berlari. Berharap jalan keluar dari tempat ini ada di ujung lorong. Di tengah aksi lariku, aku menabrak sesuatu yang keras. Tubuhku terpental ke belakang. Aduh kenapa jatuh lagi?
            “Aawww…..” Aku menjerit kesakitan. Senter kecil yang kupegang terlepas dari tanganku. Kuraih senter kecil yang jaraknya tak jauh dariku.
            Berhasil! Aku berteriak dalam hati. Kuarahkan senterku ke arah depan untuk melihat sesuatu yang kutabrak dan membuatku terpental.
            “Omona!” Aku terkejut bukan main. Tanganku bergetar hebat.
            Sosok makhluk bertubuh besar, berkulit hitam, berambut keriting, dan bermata merah menyalah telah berdiri di depanku. Ketelan ludahku. Mataku tak lepas dari makhluk satu itu. Kata orang makhluk ini, termasuk jenis setan yang bernama Gendruwo.
            Aku bangkit. Dengan napas yang masih tersengal, kugerakkan bola mataku ke samping kiri dan kanan. Jalan buntu. Hanya itu yang aku lihat.
            Makhluk itu menyeringai. Menampakkan taringnya yang runcing.
            “Aaaaaaaaaaaaaa…………!!!!!!!!!!!!!!!” Kubalikkan badanku sambil berteriak. Aku berlari dengan cepat, menjauh dari Gendruwo itu.
            Tiba-tiba saja, aku sampai di sebuah aula besar. Lho, bukannya ini tadi halaman? Kok tiba-tiba berubah jadi aula?
            Aku masih sibuk dengan pikiranku sendiri, sampai akhirnya terdengar langkah kaki dari belakangku.
            “Aduh, yang ini apalagi?” Aku geram. Kubalikkan badanku. Seseorang berjubah hitam dengan penutup kepala yang menutupi kepalanya, berjalan ke arahku sambil membawa kapak berantai.
            “Mwo? Kok ada Assassins Creed disini?” Tanyaku heran. Dibilang takut, ya. Dibilang gak takut, juga iya. Aku tertawa kecil. Ini mimpi, ya?
            Sosok itu mengacungkan kapaknya. Aku terkejut. Jantungku terasa sesak. Aku mencubuit lenganku. Terasa sakit. Ini bukan mimpi!!
            Tak terasa air mataku menetes. Kali ini, aku merasa takut. Benar-benar merasa takut. Aku berjalan mundur. Air mataku berlinang semakin deras. Mama, tolong aku!
            Aku terus berjalan mundur tanpa melihat ke belakang. Tiba-tiba, aku terperosok ke dalam sebuah jurang. Tubuhku melayang. Tak henti-hentinya aku menangis.
            Apa ini? Apa yang sedang kualami? Kenapa seperti ini? Kenapa kejadian aneh menimpaku? Mama, tolong aku! Ini mimpi, kan? Ini mimpi, kan?
            Aku memejamkan mataku. Air mataku tak kunjung berhenti. Hingga pada akhirnya…………
            Aku membuka mataku dengan perlahan. Kudapati diriku terbaring di atas  rumput taman yang luas. Burung-burung bertengger di dahan-dahan pohon. Berkicau dengan riangnya. Kulihat ke sekelilingku. Ada anak-anak kecil bermain dengan riangnya, ibu-ibu yang sedang mengobrol, teman-teman sebayaku yang membaca buku sambil mendengarkan lagu dari Ipodnya, orang-orang lansia yang duduk-duduk di bangku taman.
            Aku bernapas lega. Dasar cumi! Cuma mimpi!
            Semilir angin menerpa wajahku dengan lembut. Sayup-sayup kudengar suara nyanyian yang khas di telingaku.

 Sarangeul ajik nan mollaseo
Deoneun gakkai motgayo
Geunde wae jakkuman motnan nae simjangeun
Dugeungeorinayo
            Bulu kudukku berdiri. Aku bediri dan langsung berlari meninggalkan taman itu. Perasaan takut melanda diriku.
            Tiba-tiba, tanpa kusadari taman tersebut berubah menjadi tempat pemakaman umum yang paling angker di kotaku.
-End-

Gimana Readers? bagus gak? atau kurang geje?
please komen ya? Ka O eM E eN.......

 

Tuesday, August 23, 2011

MV Chapter 2

SS501 (TS) - I'm Your Man



SS501 - Love Like This (네게로)


SS501 - Deja Vu


SS501 Fighter

Curcol: Tiga hari di Ponpes


Aku tak pernah menyangka atau hanya sekedar membayangkan diriku berada di pondok pesantren. Dulu orangtuaku pernah menawariku untuk mondok, tapi aku menolaknya. Alasannya, karena aku nggak suka kalau aku harus hidup dengan kondisi yang serba terburu-buru. Mandi harus cepat, makan juga begitu. Ya ampun……

Akhirnya, tiba waktuku untuk mondok, tepatnya pada tanggal 6-8 Agustus 2011. Ini bukan keinginanku, juga bukan perintah orangtuaku, melainkan perintah dari sekolah. Tak usah ditanya bagaimana perasaanku saat mau pergi ke ponpes, pastinya aku “Tidak Suka”. Aku terpaksa mengikuti kegiatan pondok Ramadhan di ponpes. Meskipun banyak teman-temanku yang ikut, tapi aku merasa seperti ada di suatu tempat dimana kita hanya seorang diri. Cetak tebal SEORANG DIRI.

Tak ada fasilitas yang memadai. Hidup dengan kesederhanaan. Eits, tunggu dulu, jangan berpikir aku anak mama yang nggak mau hidup susah. Maksudku begini, ada perbandingan antara ponpes cowok dan cewek. Anak cowok dan cewek berada di ponpes yang terpisah. Yang cewek di pusat kota dan yang cowok di pinggiran kota. Maaf ya para cowok :)

Di Ponpes Cewek

Minuman hanya satu macam, yaitu air putih. Makanannya kalau nggak ada sambalnya ya banyak mericanya. Tempat untuk tidur: Kamar 1 isi 10 orang, Kamar 2 isi 46 orang, Kamar 3 isi lebih dari 50 orang. Kamar mandi : Kamar 1 jumlah KM 2 dan banyak airnya, Kamar 2 jumlah KM 3 dan banyak airnya, Kamar 3 jumlah KM 5 tapi hanya 2 KM yang banyak airnya. Materi/pelajaran disampaikan melalui microphone oleh kakak-kakak pondoknya, kita duduk di lantai tak beralaskan karpet atau sebangsanya. Padahal anginnya kencang banget. Banyak anak yang perutnya sakit+masuk angin. Gimana gak masuk angin+sakit perut coba? Duduk di lantai saat angin berhembus kencang dan makan makanan yang penuh sambal dan merica :(.
 
Kalau mau makan enak mesti beli sendiri atau telepon orangtua minta antarkan makanan. Kalau beli, belinya di koperasi ponpes. Harga makanan&minumannya:
  • Pop mie @antara 3000-4000 an
  • Teh Kotak @3500
  • Aqua botol @2000
  • Yang lain, tanya aja sendiri!
kkkkkkkk :D LOL




Di Ponpes Cowok

Minuman lebih dari satu macam, yaitu kopi, teh, dan kawan-kawan. Makanannya kurang tahu. Yang jelas anak-anak cowok pernah bilang, makanannya ayam lalapan saat sahur. Tempat untuk tidur : Jumlah kamar 16, setiap kamar berisi 7 orang dan ada yang 5 orang. Kamar mandi : katanya masih mending di ponpes cewek. Materi/pelajaran prosesnya kagak tahu. Pokonya mereka nonton film tentang Nabi Muhammad SAW. Ya ampun, serasa nonton bioskop gratis. Jadi iri deh :(.

Bagaimana? Enak ponpes cowok atau cewek? Yang pasti jawabanku, semuanya nggak ada yang enak. Kkkkkkk
Pulang dari ponpes langsung hibernasi semua, baik yang cowok ataupun yang cewek. Dasar tukang molor semua! Termasuk aku :).

Sekian curcol dariku. Maaf, ya bagi para pondokers (arek-arek pondok). Terima kasih :)

Friday, August 5, 2011

[ONESHOOT] Dream or Real?

 

Title: Dream or Real?
Author: Icha Kyucha
Genre: Fantasy, Horror.
Rating: Universal
Lenght: Oneshoot
Cast: No name beserta makhluk lain dkk.
Desclaimer: This story is mine. So, don't copy-paste!

Annyeong readers.......
Author muncul dengan sebuah cerita pendek. Ini cerpen pertamaku yang sudah rampung. Yang belum rampung masih ngantre di laptop. Sedikit curcol nih......
Author bikin cerita ini waktu ada tugas sekolah. Author ngetiknya saat deadline kurang sehari, tepatnya pada hari Selasa 24 Mei 2011 pukul 19.00 sampai dengan 23.28 WIB. Jadi, bikinnya ngebut dengan kecepatan 150km/jam. Mian, kalau ceritanya agak berantakan, susah dimengerti, geje, gak kreatif atau apalah. Yang penting ini hasil karyaku sendiri. Bukan njiplak atau ngeblat. Oh, iya kalau habis baca jangan lupa KOMEN n LIKE ya? Karena masukan kalian sangat diharapkan. Tpi, komennya jgn bashing. Yang wajar saja. 
PLEASE, DON'T BE PLAGIATOR!!!!
Mian, lagi deh! Author banyak cingcong alay.com! Langsung aja baca. Capcus!
Lampu lima watt menerangi sebuah ruangan yang cukup luas. Ruangan yang sangat asing bagiku.
            Aku terduduk di tengah  ruangan ini. Kuedarkan pandanganku ke segala penjuru ruangan. Ruangan ini memiliki dua jendela dan satu pintu. Banyak retakan-retakan yang menghiasi dinding ruangan. Cat temboknya juga sudah mulai memudar.
Didalamnya terdapat berbagai macam barang-barang yang tak layak pakai, kecuali sebuah kursi yang masih bagus yang sedang kududuki saat ini.
            Ini ruangan apa?  Kenapa aku bisa ada di ruangan seperti ini? Sejak kapan aku ada di sini? Siapa yang membawaku ke tempat ini? Bagaimana caranya agar aku bisa keluar dari tempat ini?
            Aku bangkit dari posisi dudukku. Kulangkahkan kakiku menuju pintu. Dengan perasaan was-was, kupegang gagang pintu dan kutarik ke bawah.
            Krieeetttt……..
            Pintu berderit saat aku membukanya secara perlahan. Setelah pintu terbuka, aku berjalan keluar dari ruangan yang sangat pengap itu. Di luar ruangan, kutarik napas dalam-dalam. Kuhirup udara segar yang sekarang telah mengisi paru-paruku.
            Aku terdiam. Bingung. Apa yang harus kulakukan? Kemana aku harus pergi? Ke kiri atau ke kanan?
            Cukup lama aku berdiri mematung dengan keadaan bingung seperti ini. Akhirnya, aku memutuskan untuk menentukan arah dengan cara menghitung kancing cardiganku.
            “Kanan, kiri, kanan……..” Gumamku sambil menghitung kancing.”…..kiri, kanan, kiri.” Aku berhenti menghitung. Menurut perhitungan menggunakan kancing, jalan keluar ada di sebelah kiri.
            Tanpa banyak bengong, aku bebelok ke kiri dan berjalan dengan santainya. Kunyanyikan sebuah lagu sambil bersiul. Aneh? Kenapa aku merasa senang di saat seperti ini? Seharusnya, aku merasa takut berada dalam tempat yang tidak jelas ini.
            “Na na na na na na na……”
            Langkahku terhenti. Terdengar sayup-sayup suara perempuan bermain piano sambil mendendangkan sebuah lagu yang tidak jelas liriknya. Darimana asal suara itu?
            Kupertajam pendengaranku. Suara itu berasal dari arah depan. Kulanjutkan berjalan sampai aku berhenti di sebuah tikungan. Suara itu semakin jelas terdengar dari arah kanan. Aku berbelok ke kanan dan menyusuri sebuah koridor.
            Tiba-tiba, bulu kudukku berdiri. Udara yang ada di sini mulai bertambah dingin. Kepegang tengkukku yang terasa dingin, seperti ada yang meniupnya dari belakang. Kupercepat langkah kakiku agar aku dapat mengetahui siapa yang memainkan piano.
            Tak lama kemudian, sebuah ruangan sudah ada di depanku. Ruangan dengan banyak jendela kaca berbeda dengan jendela yang ada di ruangan yang mirip gudang tadi.
Sarangeul ajik nan mollaseo
Deoneun gakkai motgayo
Geunde wae jakkuman motnan nae simjangeun
Dugeungeorinayo
            Suara itu terdengar jelas. Sudah pasti suara itu berasal dari ruangan yang ada dihadapanku.
Nan dangsini jakkuman barphyeoseo
Geunyang gal sudo eomneyo
Irueojil su do eomneun i sarange
Nae mami neomu apayo
            Kuintip dari balik jendela, terlihat seorang gadis berambut lurus sebahu berwarna kecokelatan dan memakai dress berwarna ungu tua dengan lincahnya menggerakkan jemarinya sambil menekan tuts-tuts piano. Ada kesedihan yang terdengar dari suara merdunya, walaupun aku tak tahu arti dari lagu itu. Karena lagu itu menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasaku.
haruga gago bami omyeon
nan ontong dangsin saenggakppunijyo
hansimseureopgo babo gateun nal
eotteoke haeya joheulkkayo
            Lagu ini membawaku ke suatu tempat yang sangat indah pada sore hari.
maeumi sarangeul ttareuni
naega mwol hal su innayo
irueojil sudo eomneun i sarange
nae mami neomu apayo
            Terlihat burung-burung yang terbang hendak pulang ke sarangnya. Daun-daun di ranting pohon berguguran satu demi satu.
haruga gago bami omyeon
nan ontong dangsin saenggakppunijyo
hansimseureopgo babo gateun nal
eotteoke haeya joheulkkayo
            Bunga-bunga yang bermekaran mulai layu. Air-air sungai terlihat mulai mengering.
nae apeumi mudyeojyeo beoril nari
eonjejjeum naege ogin halkkayo
hansimseureopgo babo gateun nal
eotteokhae haran maringayo
            Seekor kupu-kupu cantik berwarna kuning, terbang mendekatiku. Mendarat di atas kepalaku, kemudian pergi menjauh dan menghilang dari pandanganku.
dalbichi neomuna johaseo
geunyang gal suga eomneyo
dangsin gyeote jamsi nuwo isseulgeyo
jamsiman aju jamsiman
            Langit mulai berwarna jingga kemerah-merahan, menandakan matahari akan terbenam. Tiba-tiba, awan hitam berdatangan. Angin berhembus kencang. Dari kejauhan terlihat pusaran angin yang sangat besar yang berjalan mendekatiku, kemudian aku kembali ke alam sadarku. Kerena sibuk dengan lamunanku, tanpa kusadari lagu yang dinyanyikan gadis tersebut telah selesai. Tak terdengar lagi suara merdu yang diiringi alunan piano.
            Kuintip dari balik jendela lagi, tetapi hasilnya nihil aku tak dapat menemukan gadis itu. Kemana perginya dia? Kenapa dia menghilang begitu saja?
            Sebuah tangan menepuk pundakku dari belakang. Aku terlonjak kerena terkejut. Kubalikkan badanku. Dia. Gadis itu kini berada di depanku. Wajahnya pucat. Ada kesedihan yang terlukis di wajahnya.
            “Ka..kamu… si…si..apa?” Tanyaku sambil terbata-bata.
            “Aku..” Dia tersenyum. “Eun Bin” Dia mengulurkan tangannya.
            Aku membalas uluran tangannya. “Aku Icha.”
            Kulihat dia semakin tersenyum. Aku merasa ada sesuatu yang aneh. Saat aku berjabat tangan dengannya, tangannya sangat dingin. Bisa dikatakan sedingin es. Pandanganku kini beralih ke matanya. Bola mata yang dimiliki gadis ini berwarna biru. Apa dia blasteran? Tapi sangat aneh kalau dia mempunyai nama Korea. Ah, mungkin ayah atau ibunya adalah orang barat.
            “Kenapa kamu tersenyum? Bukannya kamu tadi bersedih?”
            “Kamu tidak takut denganku?”
            “Takut? Kenapa harus takut?” Aku balik bertanya.
            “Karena…….” Dia terdiam. Kutatap dia. Perlahan-lahan bola matanya berubah menjadi warna jingga kemerah-merahan. Rambut pendeknya berubah menjadi panjang. Dari sebahu tiba-tiba menjadi selutut. Kulitnya yang putih dan mulus mengelupas menjadi warna cokelat kemerah-merahan dan dipenuhi dengan luka.
            “Kamu….” Aku mundur beberapa langkah untuk menjauhinya. Tanpa basa-basi, aku langsung berlari. Dengan sigap dia mencengkeram tanganku. Kutarik tanganku dengan paksa. Aku terjatuh. Tanganku masih dicengkeram oleh tangannya. Tetapi, tangan yang mencengkeramku terlepas dari tubuh pemiliknya. Aku berusaha melepaskan tangan itu. Setelah berhasil, aku langsung membantingnya ke lantai.
            Dengan cepat aku berdiri dan berlari. Aku berlari sekencang-kencangnya. Aku tak memperhatikan jalan yang telah kulalui. Aku menghentikan langkahku saat tiba di sebuah halaman yang cukup luas. Kuhela napas panjang.
            “Aku dimana ini? Kenapa aku bisa berada di tempat seperti ini?” Aku berteriak sekeras mungkin. Kudongakkan kepalaku ke langit biru.
            Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku mengalami hal-hal aneh hari ini. Mulai dari terbangun di sebuah gudang, mendengar lagu yang membawa diriku ke alam bawah sadar, sampai dengan bertemu makhluk aneh. Kurasa hal ini sangat ganjil. Kok bisa ada hantu di sore hari seperti ini? Sore?
            Langit yang semula berwarna biru, tiba-tiba menjadi gelap. Aku melirik jam tangan yang kukenakan. Jam menunjukkan pukul tiga sore. Kenapa langit yang tadinya cerah berubah menjadi gelap.
            “Aku harus keluar dari temapt ini! Harus!” Kukepalkan kedua tanganku sambil mengacungkannya.
            Kuedarkan mataku ke semua arah. Gelap. Kuambil senter kecil yang ada di saku jaketku. Aku bertanya pada diriku sendiri. Sejak kapan aku menyimpan senter di jaketku? Ah, aneh! Kunyalakan senter itu. Kugerakkan senter itu ke segala arah. Dua puluh langkah di samping kananku, terdapat lorong yang gelap.
            Kalau lewat jalan yang tadi, nanti aku bertemu makhluk aneh. Jadi, mau tak mau aku harus pergi ke lorong itu untuk menemukan jalan keluar. Belum sampai lima langkah berjalan, hujan langsung turun dengan derasnya. Aku berlari ke lorong itu untuk menghindari air hujan.
            Di dalam lorong aku masih terus berlari. Berharap jalan keluar dari tempat ini ada di ujung lorong. Di tengah aksi lariku, aku menabrak sesuatu yang keras. Tubuhku terpental ke belakang. Aduh kenapa jatuh lagi?
            “Aawww…..” Aku menjerit kesakitan. Senter kecil yang kupegang terlepas dari tanganku. Kuraih senter kecil yang jaraknya tak jauh dariku.
            Berhasil! Aku berteriak dalam hati. Kuarahkan senterku ke arah depan untuk melihat sesuatu yang kutabrak dan membuatku terpental.
            “Omona!” Aku terkejut bukan main. Tanganku bergetar hebat.
            Sosok makhluk bertubuh besar, berkulit hitam, berambut keriting, dan bermata merah menyalah telah berdiri di depanku. Ketelan ludahku. Mataku tak lepas dari makhluk satu itu. Kata orang makhluk ini, termasuk jenis setan yang bernama Gendruwo.
            Aku bangkit. Dengan napas yang masih tersengal, kugerakkan bola mataku ke samping kiri dan kanan. Jalan buntu. Hanya itu yang aku lihat.
            Makhluk itu menyeringai. Menampakkan taringnya yang runcing.
            “Aaaaaaaaaaaaaa…………!!!!!!!!!!!!!!!” Kubalikkan badanku sambil berteriak. Aku berlari dengan cepat, menjauh dari Gendruwo itu.
            Tiba-tiba saja, aku sampai di sebuah aula besar. Lho, bukannya ini tadi halaman? Kok tiba-tiba berubah jadi aula?
            Aku masih sibuk dengan pikiranku sendiri, sampai akhirnya terdengar langkah kaki dari belakangku.
            “Aduh, yang ini apalagi?” Aku geram. Kubalikkan badanku. Seseorang berjubah hitam dengan penutup kepala yang menutupi kepalanya, berjalan ke arahku sambil membawa kapak berantai.
            “Mwo? Kok ada Assassins Creed disini?” Tanyaku heran. Dibilang takut, ya. Dibilang gak takut, juga iya. Aku tertawa kecil. Ini mimpi, ya?
            Sosok itu mengacungkan kapaknya. Aku terkejut. Jantungku terasa sesak. Aku mencubuit lenganku. Terasa sakit. Ini bukan mimpi!!
            Tak terasa air mataku menetes. Kali ini, aku merasa takut. Benar-benar merasa takut. Aku berjalan mundur. Air mataku berlinang semakin deras. Mama, tolong aku!
            Aku terus berjalan mundur tanpa melihat ke belakang. Tiba-tiba, aku terperosok ke dalam sebuah jurang. Tubuhku melayang. Tak henti-hentinya aku menangis.
            Apa ini? Apa yang sedang kualami? Kenapa seperti ini? Kenapa kejadian aneh menimpaku? Mama, tolong aku! Ini mimpi, kan? Ini mimpi, kan?
            Aku memejamkan mataku. Air mataku tak kunjung berhenti. Hingga pada akhirnya…………
            Aku membuka mataku dengan perlahan. Kudapati diriku terbaring di atas  rumput taman yang luas. Burung-burung bertengger di dahan-dahan pohon. Berkicau dengan riangnya. Kulihat ke sekelilingku. Ada anak-anak kecil bermain dengan riangnya, ibu-ibu yang sedang mengobrol, teman-teman sebayaku yang membaca buku sambil mendengarkan lagu dari Ipodnya, orang-orang lansia yang duduk-duduk di bangku taman.
            Aku bernapas lega. Dasar cumi! Cuma mimpi!
            Semilir angin menerpa wajahku dengan lembut. Sayup-sayup kudengar suara nyanyian yang khas di telingaku.

 Sarangeul ajik nan mollaseo
Deoneun gakkai motgayo
Geunde wae jakkuman motnan nae simjangeun
Dugeungeorinayo
            Bulu kudukku berdiri. Aku bediri dan langsung berlari meninggalkan taman itu. Perasaan takut melanda diriku.
            Tiba-tiba, tanpa kusadari taman tersebut berubah menjadi tempat pemakaman umum yang paling angker di kotaku.
-End-

Gimana Readers? bagus gak? atau kurang geje?
please komen ya? Ka O eM E eN.......